Kamis, 08 Januari 2015


(Oleh Risman, Pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan R.I.)
Tulisan ini juga telah ditayangkan pada website www.kemenkeu.go.id/





Lelang (auction) adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu auctio yang berarti peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak 1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement (VR) Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3. Hal ini terkait dengan pertimbangan pemerintah Hindia Belanda dalam penjualan barang-barang milik pejabat Belanda yang pada saat itu dimutasi. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia, lebih lanjut dan terus berkembang dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan lelang pada tingkatan di bawahnya. Saat ini tengah diupayakan pembentukan undang-undang lelang yang baru sebagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan akan suatu peraturan yang relevan dengan perkembangan jaman. Namun sayangnya undang-undang lelang yang baru dimaksud sampai dengan saat ini belum disahkan.

Sampai dengan saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah berupaya keras untuk menyempurnakan aturan terkait lelang. Hal ini dilakukan tidak lain adalah demi mengikuti perkembangan jaman dan menjawab kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Setidaknya hal tersebut terlihat dari catatan jumlah peraturan terkait lelang yang telah beberapa kali dikeluarkan oleh Menteri Keuangan yang sampai dengan saat ini jumlahnya tidak kurang dari 10 (sepuluh) Keputusan/Peraturan Menteri Keuangan antara lain adalah KMK Nomor 557/KMK.01/1999, KMK Nomor 337/KMK.01/2000, KMK Nomor 507/KMK.01/2000, KMK Nomor 304/KMK.01/2002, KMK Nomor 450/KMK.01/2002, PMK Nomor 40/PMK.07/2006, PMK Nomor 150/PMK.06/2007, PMK Nomor 61 /PMK.06/2008, dan terakhir yang masih berlaku saat ini adalah PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Selanjutnya, dengan pertimbangan untuk mewujudkan lelang yang lebih efisien, efektif, transparan, akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum, serta untuk mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, sementara peraturan yang sudah ada yaitu PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dianggap tidak sesuai lagi, maka baru-baru ini tepatnya tanggal 26 Juli 2013 telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013, yang efektif berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal diundangkan tepatnya tanggal 6 Oktober 2013. Di dalam peraturan dimaksud muncul hal-hal baru yang selama ini belum diatur, selebihnya adalah berisi penegasan dan cascading dari aturan yang sudah ada.

Hal baru yang diatur di dalam PMK Nomor 106/PMK.06/2013 sekaligus menjadi icon perubahan di dalam sejarah lelang di Indonesia adalah terkait adanya aturan yang memperbolehkan peserta lelang untuk melakukan penawaran lelang dengan menggunakan email dan ataupun menggunakan aplikasi internet atau E-Auction. Dalam memberikan penawaran lelang dengan menggunakan email atau aplikasi internet maka kehadiran peserta lelang di tempat lelang tidak diperlukan lagi. Dengan demikian, sejak diberlakukannya aturan baru tersebut maka penawaran lelang tidak lagi di batasi oleh jarak, waktu, dan tempat tertentu lelang. Dalam rangka mengajukan penawaran lelang, peserta lelang tidak harus beranjak meninggalkan tempatnya beraktivitas. Cukup sembari duduk di depan layar komputer yang terhubung dengan jaringan internet, maka peminat lelang dapat mengirimkan email penawaran lelangnya atau dengan cara melakukan registrasi lelang secara online kemudian login dan memilih objek lelang yang diminati untuk selanjutnya langsung mengajukan harga penawaran lelang secara fairplay. Inilah yang dimaksud dengan lelang yang modern, begitu mudah dan cepat.

Dengan demikian sejak diberlakukannya PMK Nomor 106/PMK.06/2013, penawaran lelang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu 1) penawaran lelang secara tertulis tanpa keharusan peserta lelang untuk hadir di tempat lelang, yaitu penawaran melalui surat elektronik (email), aplikasi internet, atau surat tromol pos; 2) penawaran lelang secara lisan dan/atau tertulis dimana peserta lelang wajib hadir di tempat lelang untuk menyampaikan penawarannya; 3) penawaran lelang dengan menggunakan kombinasi di antara kedua jenis penawaran tersebut.

Hal baru lainnya dan juga menjadi perhatian masyarakat luas terkait diberlakukan peraturan baru dimaksud adalah dimungkinkannya penggunaan “Garansi Bank” sebagai jaminan penawaran lelang. Menurut penulis, mungkin hal ini merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat yang menginginkan agar setiap peminat lelang dapat mengikuti pelelangan dengan cara-cara yang tidak menyulitkan. Peminat lelang tidak harus terpaku menggunakan uang tunai/cash sebagai satu-satunya jenis jaminan penawaran lelang, akan tetapi mereka juga diberikan pilihan lain yaitu dengan menggunakan Garansi Bank sebagai jaminan penawaran lelang (untuk obyek lelang dengan nilai jaminan Rp 50 miliar ke atas). Dengan diperbolehkannya menggunakan Garansi Bank, maka peminat lelang akan lebih leluasa melakukan transaksi lelang dibandingkan jika menggunakan uang tunai/cash khususnya untuk lelang dengan uang jaminan berjumlah sangat besar.

Tentang Nilai Limit, diatur hal baru bahwa besarnya Nilai Limit wajib ditetapkan dengan didasari oleh hasil penilaian dari “Penilai Independen”. Namun aturan ini hanya berlaku untuk jenis lelang Noneksekusi Sukarela dengan objek lelangnya berupa tanah dan/atau bangunan, dan untuk jenis lelang eksekusi berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan dengan Nilai Limit paling sedikit Rp 300 juta dan/atau jika kreditor ikut sebagai peserta lelang.

Perubahan yang bersifat mendasar lainnya yang diatur di dalam PMK Nomor 106/PMK.06/2013 adalah adanya pasal baru yang meniadakan pemberian dispensasi tempat pelaksanaan lelang. Hal ini diberlakukan dengan pertimbangan bahwa DJKN selaku penyedia jasa layanan lelang telah memiliki tidak kurang dari 70 kantor operasional yang memiliki kemampuan dan standar pelayanan lelang yang sama dan ketersediaan 89 Pejabat Lelang


Kelas II yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kantor-kantor pelayanan lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II sudah dapat diakses di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, pemberian dispensasi tempat pelaksanaan lelang sebagaimana yang diatur di dalam peraturan sebelumnya, sudah tidak dimungkinkan lagi. Sejalan dengan semangat meniadakan dispensasi lelang tersebut di atas, perubahan pengaturan dilakukan pula pada dispensasi jangka waktu pembayaran harga lelang. Ketentuan dispensasi waktu pembayaran lelang telah dihapus dalam peraturan yang baru dan hal ini didukung dengan aturan baru pula yaitu bagi pembeli diberi kesempatan untuk melunasi pembayaran dengan jangka waktu yang semula 3 (tiga) hari kerja diubah menjadi 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Dalam hal objek lelang berupa beberapa bidang tanah dalam 1 (satu) hamparan atau bersisian maka di dalam peraturan terbaru, lelangnya wajib ditawarkan dalam 1 (satu) paket dan tidak boleh ditawarkan secara parsial.

Terkait upaya penggalian potensi perpajakan, maka terdapat pasal baru yang mengatur bahwa setiap peserta lelang wajib menunjukan/mempunyai NPWP. Aturan ini sebagai bentuk sinkronisasi dengan upaya pemerintah yang sedang giat menggali potensi perpajakan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi terhadap subjek maupun objek pajak, guna mencapai target pendapatan negara dari sektor perpajakan.

Sejauh ini Kementerian Keuangan melalui DJKN terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai regulator dan sekaligus sebagai pelaksana pelayanan di bidang lelang telah melakukan beberapa kali deregulasi lelang. Deregulasi lelang dilakukan secara berkesinambungan sebagai upaya penyempurnaan peraturan yang sudah ada. Dengan demikian diharapkan lelang di Indonesia akan berkembang ke arah yang lebih maju layaknya perkembangan lelang yang terjadi di negara lain seperti Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. Diharapkan lelang di Indonesia tidak terkotak pada jenis pelaksanaan lelang eksekusi belaka, tetapi di masa yang akan datang lelang di Indonesia diharapkan akan berkembang pesat melalui jenis lelang sukarela yang diharapkan frekuensinya akan meningkat pesat dan jenis objek lelangnya akan lebih bervariatif lagi.

Lelang selain berdampak positif pada stabilitas ekonomi dan keuangan yang antara lain mencakup dampak pada peningkatan volume transaksi jual beli (business term), meningkatkan perputaran uang, dan membantu meningkatkan likuiditas organisasi terutama lembaga keuangan seperti perbankan, lelang juga berdampak positif kepada peningkatan pendapatan negara. Terkait lelang berdampak pada peningkatan pendapatan negara, hal ini dikarenakan dari setiap pelaksanaan lelang (transaction), sesuai dengan peraturan yang berlaku wajib dipungut antara lain bea lelang, PPh final, BPHTB, dan Uang Miskin yang kesemuanya disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selanjutnya penerimaan perpajakan dan PNBP tersebut dijadikan sebagai bagian dari unsur-unsur dalam penyusunan sumber-sumber pendapatan negara di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan merupakan sikap instansi dimana penulis bekerja.

0 komentar :

Posting Komentar