Minggu, 01 Februari 2015

Sistem Akuntansi Pemerintahan

Oleh: Risman

Source: from some literatures

(PART 1)


Sistem akuntansi pemerintahan harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu negara. Sistem akuntansi pemerintahan harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel dan auditable. Lebih lanjut, Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk penyusunan rencana/program dan evaluasi pelaksanaan secara fisik dan keuangan.

Keunikan di indonesia adalah Sistem Akuntansi Pemerintahan Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.            Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
2.            Sistem Akuntansi Kuangan Daerah

Selain UUD 1945 dan perubahannya, maka dasar hukum yang yang menjadi acuan utama dan bersifat lebih tekhnis terkait Sistem Akuntansi Pemerintahan di Indonesia adalah UU yang mengatur Keuangan Negara. Pasal 32 (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang di dalamnya mengamanatkan  bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan wajib disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Selain itu adalah UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah yaitu Pasal 184 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa laporan keuangan harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Lalu bagaimana Sistem Akuntansi Pemerintah di mata profesi akuntansi?. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanva standar akuntansi di sektor publik sebagai hal yang simetris dengan diberlakukannya standar akuntansi di sektor komersiil. Dalam hal ini pemerintah merupakan subjek penyusun dan sekaligus pemakai yang berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Usaha untuk emnciptakan system akuntansi pemerintahan terlihat dari diundangkannya tiga paket keuangan negara yang pada akhirnya mendorong birokrat secara serius menyiapkan sumber daya, sarana, dan prasarananya. Tak kalah pentingnya, masyarakat dan wakil rakyat di legislative juga menaruh  perhatian terhadap upaya perbaikan praktik akuntansi pemerin­tahan di Indonesia.

Namun demikian dibanding dengan perhatian dari sector pemerintahan, maka perhatian dari sektor swasta terhadap perkembangan system akuntansi pemerintahan tidaklah begitu signifikan. Hal ini disebabkan system akuntansi pemerintahan secara umum ternyata tidak terlalu berhubungan resiprokal secara langsung terhadap kegiatan sektor swasta. Berbanding terbalik dengan sector swasta, kaum akademisi terutama di bidang pendidikan dan pengembangan akuntansi telah menaruh perhatian yang cukup besar atas perkembangan akuntansi pemerintahan Indonesia. Sebagai tambahan informasi, dunia Internasional (lender dan investor), World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang selama ini merasa ikut berkepentingan terhadap perkembangan system  akuntansi sektor publik Indonesia.

UU No. 17/2003 dan UU 15/2004 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang terlegitimasi. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor intern pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktek-praktek KKN.

Berikut dapat di uraikan berbagai peraturan perundang-undangan dan upaya konkrit pemerintah Indonesia terkait pengembangan system akuntansi pemerintahan Indonesia:

1.   Diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.01/1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
2.   Keputusan Presiden Nomor 35/1992 tanggal 7 Juli 1992 diresmikannya Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Departemen Keuangan RI . Sebagai Penyusun standar dan prinsip penyusunan sistem akuntansi dan pembentukan pusat akuntansi.
3.   Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 295/KMK.012/2001 tentang Tata Pelaksanaan Pembukuan dan Pelaporan Keuangan pada Departemen/Lembaga dan diimplementasikan tahun 2001.
4.   UU Nomor 17 tahun 2003 tentang, Keuangan Negara yang mewajibkan adanya suatu Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah, diperkuat dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara.
5.   UU No. 1 Tahun 2004 Menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan dan disampaikan paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri Keuangan menyusun laporan keuangan pemerintah pusat untuk disampaikan kepada presiden dalam tiga bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir setidak-tidaknya meliputi Laporan realisasi APBN, Neraca, laporan arus kas dan catatan atas lapuran keuangan yang dilampiri laporan keuangan perusahaan negara. Selanjutnya, BPK membuat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan dimaksud dilengkapi dengan opini seperti umumnya dilakukan auditor eksternal.
6.   Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

Segala upaya pemerintah tersebut merupakan upayanya memperbaiki sistem akuntansi pemerintahan yang terdahulu yang dianggap masih belum sempurna. Berikut ini kita flash back terhadap kelemahan Sistem Akuntansi Pemerintahan Pada Jaman Terdahulu:
1.    Pada Pemerintah, sebagian aktivitasnya dibiayai melalui anggaran yang setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang APBN. Ternyata pencatatan pelaksanaan anggaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terpadu karena berdasarkan sistem tata buku tunggal (single entry bookeping). Akuntansi yang ter­pisah-pisah tersebut semakin mengakibatkan pelaporannya menjadi tidak bersesuaian satu dengan yang lain karena tidak menggunakan bagan perkiraan yang standar. Pengelompokan perkiraan yang digunakan pemerintah dirancang hanya untuk memantau dan melaporkan realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran saja; tidak dirancang untuk menganalisis efektivitas pembiayaan suatu program atau memberikan informasi yang cukup untuk pengendalian pengeluaran suatu program.
2.    Pada system akuntansi aset tetap, ternyata terdapat kelemahan yaitu selain tidak terintegrasi dengan keuangannya juga dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tidak dibedakan secara tegas antara belanja modal dan belanja operasional.
3.    Penyusunan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN yang dituangkan dalam   bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN) semula berdasarkan Sumbangan Perhitungan Anggaran/SPA dari seluruh Departemen atau Lembaga.
4.    Ternyata tidak ada standar dan prinsip akuntansi pemerintah untuk menjaga kewajaran nilai dan tidak adanya keseragaman perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah.
5.    Dalam pengelolaan keuangan Negara, semakin tahun jumlah APBN yang harus dikelola semakin besar dan masalah yang harus ditangani pemerintah semakin kompleks dan beragam, sedangkan dalam sistem akuntansi pemerintah yang lama tersebut terdapat banyak kelemahan.
6.    Adanya Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dengan Double Entry. Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat berbasis double entry yang ternyata memiliki dasar hukum sebagai berikut:

a.    Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
b.    Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
c.    Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Orga­nisasi dan Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
d.    Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Penge­sahan Daftar Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah

Dari berbagai upaya yang selama ini dilakukan demi untuk memperbaiki sistem akuntansi pemerintahan, maka yang menjadi tujuan Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) pada dasarnya adalah: menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pemerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh  aparat pengawasan fungsional secara efektif dan efisien.

Adapun ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat  yang selama ini menjadi best practice di Indonesia adalah:
1.    Adanya sistem yang terpadu. Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruhan Pernerintah Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan mengevaluasi    pelaksanaannya.
2.    Adanya Akuntansi Anggaran dan Akuntansi Dana. Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan.
3.    Adanya sistem tata buku berpasangan.
4.    Penggunaan basis kas (Cash Basis) untuk pendapatan dan belanja. Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


Standard dan prinsip akuntansi.
Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang dapat   diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga peme­rintah yang berkcpentingan dengan laporan keuangan.

Desentralisasi pelaksanaan akuntansi.
Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara ber,jenjang dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun ting­kat pusat.

Perkiraan standar yang seragam.
Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi mau­pun istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasi­nya menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam do­kumen allotment (DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan maupun antarlaporan.

Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan cq Ditjen Perbendaharaan. Subsistem Sistem Akuntansi Pusat (SiAP),
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara

SiAP terdiri dari:
Sistem Akuntansi Umum (SAU). Sistem ini menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran  dan Neraca SAU.
Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN).Sistem ini menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca KUN.

Proses Pelaksanaan SiAP :
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) memproses transaksi penerimaan dan pengeluaran KPPN Khusus memproses data transaksi pengcluaran yang, berasal dari Bantuan Luar Negeri (BLN ).

Direktorat Pengelolaan Kas Negara (DPKN) memproses data transaksi penerimaan dan pengeluaran Bandahara Umurn Negara kantor pusat; dan

Direktorat informasi dan Akuntansi memproses data APBM serta melakukan verifikasi dan akuntuns,: untuk data transaksi penerimaan dan pengeluaran BUN melalui kantor pusat
disebut satuan kerja/kuasa pengguna barang yang memiliki wewenang menggunakan BMN

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan menghasilkan Laporan Barang Milik Negara. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) adalah se­rangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.

Subsistem Akuntansi Instansi (SAI) terdiri dari:
1.    Subsistem Akuntansi Keuangan (SAK). subsistem ini menghasilkan Laporan Keuangan Instansi. terdiri dari :
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran. disebut UAPA, adalah unit akuntansi instansi pada tingkat  Kementerian Negara/ Lembaga (pengguna anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I  disebut UAPPA-E1, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah  disebut UAPPA-W, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran UAKPA, adalah unit akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja.

2.    Subsistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Subsistem ini menghasilkan neraca dan laporan Barang Milik Negara (BMN) serta laporan manajerial lainnya. SubSistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN), terdiri dari :
a.    Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB) adalah unit akuntansi pada tingkat kementrian/lembaga yang melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-E1-. yang penanggung jawabnya adalah Menteri/Pimpinan Lembaga.
b.    Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E I), adalah unit akuntansi pada tingkat Eselon1 yang melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-V dan UAKPB yang langsung berada di bawahnya yang penanggung jawabnnya adalah pejabat Eselon I
c.    Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah, (UAPPB-W ) adalah unit akuntansi pada tingkat wilayah yang ditetapkan sebagai UAPPB-W dan melakukan kegiatan penggabungan BMN dari UAK1. penanggung jawabnya adatah Kepala Kantor Kepala unit kerja. ditetapkan sebagai UAPPB-W.
d.    Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang, yang selanjutnya disebut satuan kerja/kuasa pengguna barang yang memiliki wewenang menggunakan BMN

Tambahan Informasi:
Selain adanya system akuntansi pemerintah pusat, maka terdapat pula Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD). SAKD disusun dengan tujuan:
1.    Menyediakan pedoman akuntansi yang diharapkan dapat diterapkan bagi pencatatan transaksi keuangan pemerintah daerah yang berlaku dewasa ini, terutama dengan diberlakukannya otonomi daerah yang baru.
2. Menyediakan pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan pemerintah daerah yang mencakup penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya.

2 komentar :

  1. superlengkap informasinya ya. sistem akuntansi pemerintahan itu kayak gitu ya.


    Kalau soal software akuntansi boleh kunjungi siscom online

    BalasHapus