Oleh: Risman
Jakarta, January 2015
Kali ini akan saya bahas tentang manajemen keuangan sektor publik.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sejarah perkembangan keuangan sektor public dunia sangat dipengaruhi oleh 2 (dua) mazhab (school
of taught), yaitu:
1. Mazhab Napoleon atau dikenal juga dengan
nama Mazhab Latin.
Mazhab ini lebih menekankan pada
pentingnya suatu perencanaan anggaran.
2. Mazhab Anglosaxon atau Mazhab Nordis atau
Mahzab Eropa Utara.
Mazhab ini lebih menekankan pada hasil
akhir (output) dengan mengacu pada standard pelaporan keuangan public sebagai
bentuk laporan pertanggungjawabannya.
Layaknya di Negara
lain, Kedua jenis mazhab tersebut di atas juga sangat penting pengaruhnya
terhadap perkembangan keuangan sektor public di Indonesia. Perkembangan
keuangan sektor publik di Indonesia pada mulanya lebih condong pada Azas
Napoleon (Mazhab Latin). Hal ini tercermin dengan diberlakukannya peraturan ICW
(Indische Compatible Wet) tahun 1964 yaitu suatu udang-undang tentang
perbendaharaan pada jaman penjajahan Belanda yang kemudian tetap diberlakukan oleh
negara Indonesia . ICW 1964 dimaksud mulai diberlakukan pada pemerintahan
Indonesia pada tanggal 01 Juni 1967. Pada perkembangannya pelaksanaan ICW 1964
tersebut kemudian diganti dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1968 tentang
perubahan Tahun Anggaran. Walaupun ICW telah diganti dengan UU no. 9 tahun 1968
di dalamnya pengaruh Mazhab Napoleon masih sangat kuat sekali.
Lalu bagaimana
perkembangan keuangan sektor public pada era sekarang ini. Seiring berjalannya
waktu, perkembangan keuangan sektor public di Indonesia pada zaman sekarang telah
mengarah pada Mazhab Anglosaxon (Mazhab Nordis/Eropa Utara). Hal ini sangat terlihat
sekali yaitu dengan digulirkannya paket undang-undang keuangan Negara Indonesia
yaitu:
1.
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2.
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;
3.
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
4.
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Namun terdapat hal
unik bahwa walaupun telah terjadi pergeseran pandangan tentang keuangan sektor
public yaitu dari Mazhab Napoleon ke Mazhab Anglosaxon, namun ternyata pergeseran
tersebut tidak sepenuhnya terjadi. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya
pengaruh Mazhab Napoleon. Dengan demikian, mazhab mana yang saat ini berlaku di
Negara Indonesia adalah adanya perpaduan kedua Mazhab tersebut di atas yaitu
Mazhab Napoleon dan Mazhab Anglosaxon, dengan didominasi oleh pengaruh Mazhab
Anglosaxon. Dengan demikian, walaupun Mazhab Anglosaxon lebih besar pengaruhnya
terhadap perkembangan sektor public di Indonesia, namun hal tersebut tidak
menghilangkan Mazhab yang sebelumnya dianut yaitu Mazhab Napoleon.
Contoh untuk
menggambarkan tentang masih diberlakukannya Mazhab Napoleon (Latin) adalah adanya
program dana Bantuan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang telah ditetapkan/dianggarkan
oleh pemerintah. Program Dana BOS tersebut dianggarkan oleh pemerintah dengan
alasan demi kepentingan sektor public yaitu pendidikan yang merata bagi
masyarakat yang secara ekonomi berada pada kelas bawah. Di sini terlihat sekali
keberpihakan pemerintah kepada sektor public (Sosialis/Napoleon), tanpa
memperhatikan system pelaporan dan pertanggungjawabannya. Sehingga dalam
pelaksanaan paket Dana BOS sering mengalami kesulitan dalam pembuatan laporan
pertanggungjawabannya.
Terkait dengan pengelolaan keuangan sektor publik,
maka tedapat system manajerial keuangan sektor public yang disebut dengan
Manajemen Keuangan Sektor Publik (MKSP). Selanjutnya MKSP dapat didefinisikan
sebagai berikut:
“Setiap kegiatan untuk menganalisis, menyusun,
menetapkan tujuan, dan melaksanakan penilaian keuangan Negara atas suatu
entitas yang dapat berupa:
1. Pemerintahan tingkat manapun;
2. Suatu perusahaan yang dapat dikontrol oleh
pemerintah; atau
3. Suatu organisasi yang dibentuk oleh kumpulan
Negara-negara.”
Dalam MKSP, menurut The System of National Account
(SNA) sektor publik dibagi menjadi 3 (tiga) sektor, yaitu:
1.
Sektor pemerintahan secara umum;
2.
Perusahaan yang dikontrol oleh pemerintah;
3.
Lembaga internasional.
Lain halnya dengan pembagian cakupan oleh SNA, maka
menurut GFS (The General Finance Statistik) Manual 2001, MKSP dapat dibagi
menjadi beberapa cakupan, yaitu:
1. General Government:
1)
Central Government
2)
State Government
3)
Local Government
2. Public Corporation:
1)
Financial Public Corporation:
a.
Monetary Public Corporation including The
Central Bank
(contohnya: Bank Indonesia, Pemerintah
Pusat seperti Kementerian/Lembaga).
b.
Non-Monetary Financial Public Corporation
(contohnya: Bank Indonesia, Perusahaan
BUMN)
2)
Non-Financial Public Corporatioan
GFS mempunyai kode-kode akun pelaporan tersendiri
yang sedikit banyak mirip dengan kode-kode akun yang dipakai di dalam akuntansi
pemerintahan pusat maupun daerah yang disebut dengan “Bagan Akun Standar”.Dengan demikian, selain sistem kodering menurut SNA
dan GFS, maka terdapat jenis kodering lainnya yaitu Bagan Akun Standar.
Sebagaimana di jelaskan di atas, kodering di dalam Bagan Akun Standar cenderung
mirip dengan kodering di dalam GFS.
Dengan demikian, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa di Indonesia memiliki 3 (tiga) jenis kodering di dalam
MKSP, yaitu:
1. Kodering menurut NSA;
2. Akun GFS;
3. Bagan Akun Standar.
Publik sektor dalam berbagai literature dikenal
dengan banyak istilah lain, yaitu:
1.
Public Sektor Financial Management;
2.
Public Finance;
3.
Public Sektor Economics; dan
4.
Public Economics.
Istilah yang berbeda-beda tersebut di atas, tidak
lain disebabkan oleh cara pandang yang berbeda-beda pula. Berbagai cara pandang
terhadap publik sektor yang berkembang di dunia, antara lain adalah:
1.
Cara pandang
Amerika: mempunyai sudut pandang yang liberal, dimana menurut pandangan
Amerika public sektor harus terpisah secara jelas dari private sektor.
Pemerintah tidak ikut campur sama sekali untuk menangani sektor public, kecuali
hanya mengatur saja. Contohnya sektor kepentingan pemadam kebakaran telah di
serahkan sepenuhnya kepada swasta (Red Fire Corp). Sehingga kepentingan public
sudah ditangani oleh swasta dimana mekanisme pasarlah yang akan dijalankan
dengan menganut prinsip cost against
revenue.
2. Cara pandang
Eropa: mempunyai sudut pandang sistem sosialis (centralistic), artinya bahwa
public sektor sangat berperan mengurangi beban pemerintah sehingga masyarakat
dapat berperan aktif mengeluarkan inisiatif untuk memajukan sektor public.
Terkait dengan adanya
2 (dua) pandangan yang berbeda terhadap MKSP tersebut di atas, bagaimana dengan
kondisi MKSP saat ini?. MKSP saat ini dijalankan di dalam sistem perekonomian
yang tengah-tengah antara sistem perekonomian sosialis dan sistem perekonomian
liberal.
Berdasarkan pada 2
(dua) pandangan yang berbeda terhadap sisstem perekonomian sektor public tersebut
di atas, yaitu cara pandang sosialis (sentralistik) dan cara pandang Mekanistik/liberal,
maka hubungan individu/masyarakat dengan pemerintahannya dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis hubungan, yaitu:
1. Pandangan Organik (sosialis/sentralistik)
Menurut pandangan organic, setiap
individu adalah bagian dari organisasi dimana pemerintah dianggap sebagai
jantungnya organisasi. Dengan kata lain pemerintah merupakan pengatur utama
organisasi.
2. Pandangan Mekanistik/Liberal
Menurut pandangan ini, pemerintah
merupakan pemegang amanah dari setiap individu yang amanah tersebut harus
dilaksanakan demi kebaikan semua umat (Henry Clay 1829). Jenis hubungan ini
juga menganut pandangan bahwa pemerintah harus melindungi setiap anggota
masyarakat dari penjajahan dan ancaman serta melindungi dari ketidakadilan dan
tekanan dari individu lainnya (Adam Smith: 1776).
Terkait pandangan liberal, kemudian Adam
Smith menjelaskan bahwa pemerintah/negara hanyalah berwenang melakukan
pengaturan dalam 4 bidang yaitu:
a) Mencegah dari kekerasan; (dilaksanakan oleh
kepolisian)
b) Mencegah dari invasi; (dilaksanakan oleh
Tentara)
c) Mencegah dari ketidakadilan; (dilaksanakan
oleh Peradilan)
d) Membuat undang-undang. (dilaksanakan oleh
legislative)
Selain
terhadap empat bidang tersebut di atas, pemerintah tidak boleh ikut campur
karena sudah diserahkan kepada swasta/individu-individu anggota masyarakat.
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM ILMU MKSP
Dalam mempelajari sektor publikdalam hal ini adalah
Manajemen Keuangan Sektor Publik (MKSP), terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan
yang telah berkembang yaitu:
1.
Task Based
Approach ( pendekatan kepada jenis pekerjaan apa saja yang utama)
Pendekatan pada jenis pekerjaan apa saja
yang masuk ke dalam sektor public yaitu:
a.
Penyelenggaraan keuangan sektor public;
b.
Perencanaan keuangan sektor public; (contoh:
DJA)
c.
Akuntansi dan pelaporan keuangan sektor public;
d.
Pengendalian sektor publik(Antisipasi dampak
keluar); contohnya di Negara Australia pada jaman dahulu diberlakukan aturan
bagi public/masyarakatnya untuk mempunya anak dengan alasan Negara kekuarangan
penduduk. Setiap anak di jamin oleh pemerintah untuk diberikan tunjangan
(didanai) untuk kesejahteraannya.
e.
Jaminan kepastian bahwa peraturan benar-benar
dilaksanakan;
f.
Pengendalian Internal (contoh: Itjen
Kementerian/Lembaga).
Dari
pendekatan ini, maka pemerintah akan menentukan jenis-jenis pekerjaan utama
yang harus dikerjakan terlebih dahulu, baru kemudian membentuk instansi baru
atau menghapus intansi yang sudah ada demi terlaksananya pekerjaan yang telah
ditetapkan. Di Indonesia pendekatan ini diterapkan oleh pemerintahan Presiden
terpilih Jokowi.
2.
Institusional
Approach (pendekatan institusi) yaitu pendekatan pada pembagian tugas unit-unit
apa saja yang mengurusi sektor publik
a.
Unit yang mengontrol perkembangan ekonomi makro
(contoh BKF dan BI);
b.
Unit yang menyusun anggaran (contoh DJA);
c.
Untit yang menyelenggarakan akuntansi (BAKUN);
d.
Unit yang menyelenggarakan perbendaharaan dan
pengendalian (BPKD dan DJPB);
e.
Kantor Auditor Sentral (BPK).
3.
Integrated
Approach (campuran antara Task Based dan Institusional Approach)
Dalam pendekatan ini lebih merupakan
gabungan antara pendekatan Task Based
Approach dengan pendekatan Institusional
Approach. Pendekatan Integrated ini dikembangkan oleh World Bank,
International Monetary Fund, dan Komisi Eropa. Pendekatan ini lebih mendekati
kepada mazhab Anglosaxon (Nordis) yang lebih menekankan pada apa saja yang
harus dibelanjakan oleh pemerintah dan bagaimana cara membelanjakannya. Pendekatan dimaksud kemudian dikenal dengan
istilah PEFA PFM (Public Expenditure and Financial Accounting Public Financial
Management)
Ref: Lecturing Public Sector Management, Lecturer: A.B. Triharta, University of Indonesia
Ref: Lecturing Public Sector Management, Lecturer: A.B. Triharta, University of Indonesia
nice..
BalasHapus