Perpajakan
Indonesia
Pajak
di Indonesia menempati posisi sangat penting terutama dalam membiayai APBN.
Kita telah ketahui bahwa APBN merupakan gambaran umum tentang kegiatan ekonomi Negara
Indonesia yang didalamnya tercantum kegiatan rutin pemerintah dan kegiatan pembangunan.
Selain itu di dalam APBN tercantum pula sumber-sumber pendanannya. Dari sekian banyak rencana kerja yang ditetapkan
dan direlaisasikan oleh pemerintah Indonesia (realisasi APBN) maka sebagian
besar di danai dari pajak.
Menurut
Infografis yang diterbitkan oleh Kemenkeu, jumlah pajak yang telah ditetapkan dan
menjadi sumber pembiayaan belanja APBN dalam kurun waktu delapan tahun terakhir
adalah sebagai berikut:
Anggaran Pendapatan Negara (miliar
rupiah), 2007-2014
|
||||||||||||
Sumber Penerimaan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014 1
|
||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
||||
Penerimaan
Dalam Negeri
|
720,389
|
779,214
|
984,786
|
948,149
|
1,101,162
|
1,310,562
|
1,525,189
|
1,661,100
|
||||
Penerimaan
Pajak
|
509,462
|
591,978
|
725,843
|
742,738
|
850,255
|
1,032,570
|
1,192,994
|
1,310,200
|
||||
Pajak
dalam negeri
|
494,592
|
569,971
|
697,347
|
715,535
|
827,246
|
989,637
|
1,134,289
|
1,256,300
|
||||
Pajak
penghasilan
|
261,698
|
305,961
|
357,400
|
350,958
|
420,494
|
519,965
|
584,890
|
591,600
|
||||
Nonmigas
|
220,457
|
264,311
|
300,676
|
303,935
|
364,940
|
459,049
|
513,509
|
523,200
|
||||
Migas
|
41,241
|
41,650
|
56,724
|
47,023
|
55,554
|
60,916
|
71,381
|
68,400
|
||||
Pajak
pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah
|
161,044
|
187,627
|
249,509
|
269,537
|
312,110
|
352,950
|
423,708
|
518,900
|
||||
Pajak
bumi dan bangunan
|
21,267
|
24,160
|
28,916
|
26,507
|
27,682
|
35,647
|
27,344
|
25,500
|
||||
Bea
perolehan atas tanah dan bangunan
|
5,390
|
4,853
|
7,754
|
7,393
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||||
Cukai
|
42,035
|
44,426
|
49,495
|
57,289
|
62,760
|
75,443
|
92,004
|
114,300
|
||||
Pajak
lainnya
|
3,158
|
2,944
|
4,273
|
3,851
|
4,200
|
5,632
|
6,343
|
6,000
|
||||
Pajak
perdagangan internasional
|
14,870
|
22,007
|
28,496
|
27,203
|
23,009
|
42,933
|
58,705
|
53,900
|
||||
Bea
masuk
|
14,417
|
17,941
|
19,160
|
19,570
|
17,902
|
23,734
|
27,003
|
339,001
|
||||
Pajak
ekspor
|
453
|
4,066
|
9,336
|
7,633
|
5,107
|
19,199
|
31,702
|
20,000
|
||||
Penerimaan
Bukan Pajak
|
210,927
|
187,236
|
258,943
|
205,411
|
250,907
|
277,992
|
332,195
|
350,900
|
||||
Penerimaan
sumber daya alam
|
146,257
|
126,203
|
173,496
|
132,030
|
163,119
|
177,264
|
197,205
|
19,800
|
||||
Penerimaan
minyak bumi
|
103,904
|
84,317
|
123,030
|
89,227
|
107,541
|
113,682
|
120,918
|
127,200
|
||||
Penerimaan
gas alam
|
35,989
|
33,605
|
39,093
|
31,303
|
41,799
|
45,790
|
53,951
|
44,100
|
||||
Penerimaan
pertambangan umum
|
3,564
|
5,306
|
8,723
|
8,232
|
10,365
|
14,454
|
17,599
|
21,200
|
||||
Penerimaan
kehutanan
|
2,550
|
2,775
|
2,500
|
2,874
|
2,908
|
2,955
|
4,154
|
4,700
|
||||
Penerimaan
perikanan
|
250
|
200
|
150
|
150
|
150
|
150
|
180
|
300
|
||||
Penerimaan
pertambangan panas bumi
|
-
|
-
|
244
|
356
|
233
|
403
|
500
|
|||||
Bagian
laba BUMN
|
19,100
|
23,404
|
30,794
|
24,000
|
27,590
|
28,001
|
33,500
|
37,000
|
||||
Penerimaan
bukan pajak lainnya
|
45,570
|
37,629
|
49,211
|
39,894
|
45,167
|
53,492
|
77,991
|
91
100
|
||||
Pendapatan
Badan Layanan Umum (BLU)
|
-
|
5,442
|
9,487
|
15,031
|
19,235
|
23,499
|
24
800
|
|||||
Hibah
|
2,669
|
2,140
|
939
|
1,507
|
3,740
|
825
|
4,484
|
1,400
|
||||
Jumlah
|
723,058
|
781,354
|
985,725
|
949,656
|
1,104,902
|
1,311,387
|
1,529,673
|
1,662,500
|
||||
Catatan:
1 Angka RAPBN
|
||||||||||||
Sumber:
Kementerian Keuangan
|
Selain
dari pajak tersebut di atas, selama ini pembiayaan belanja APBN juga bersumber dari PNBP (SDA, PNBP lainnya, Laba BUMN, Laba
BLU), Hibah, dan dari hutang dalam negeri maupun luar negeri.
Seiring
berjalannya waktu, Indonesia menempatkan penerimaan pajak sebagai sumber utama
pembiayaan negaranya. Bahkan di APBN 2015 Indonesia menetapkan penerimaan pajak
pada posisi teratas dibanding sumber penerimaan lainnya. Dalam APBN 2015 Indonesia
menetapkan penerimaan pajak sebesar Rp.1.201,7 T atau sebesar 67% dari total
pendapatan Negara sebesar Rp.1.793,6 T. Dengan demikian pajak diposisikan
sebagai super major income in fiscal.
Pajak
menurut Prof. dr. Rochmat Soemitro didefinisikan sebagai iuran rakyat kepada
kas Negara (peralihan kekayaan dari sector pertikelir ke sector pemerintah)
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum,. Definisi tersebut kemudian diperbaiki menjadi
pajak adalah peralihan kekayan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk “public saving”
yang merupakan sumber utama untuk membiaya “public investment”.
Dari
definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah:
1.
Dipungut
oleh Negara berdasarkan kekuatan undang-undang;
2.
Tidak
adanya kontra prestasi individu dari Negara;
3. Penyelenggaraan
Negara secara umum merupakan bentuk kontra prestasi pembayaran pajak;
4. Digunakan
untuk menjalankan pemerintahan dan jika ada surplus digunakan untuk “public
investment”;
5. Dipungut
karena suatu hal tertentu antara lain karena suatu keadaan, kejadian, danperbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada sesorang;
6. Dapat
digunakan untuk tujuan lain yang tidak bersifat budgetair, antara lain tujuan
untuk mengatur.
Pungutan
lain selain pajak adalah; Bea materai, Bea masuk dan bea keluar, Cukai, Retribusi,
Iuran, dan lain-lain pungutan.
Pada
dasarnya pajak berfungsi sebagai penerimaan Negara (fungsi Budgetair), namun
pajak juga dapat difungsikan untuk mengatur (fungsi Non-Budgetair).
1. Fungsi
Budgetair; artinya pajak difungsikan
sebagai sumber keuangan/penerimaan Negara. Dalam hal ini pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan.
2. Fungsi
Non-Budgetair; artinya pajak difungsikan sebagai instrument pengaturan demi
mencapai tujuan tertentu Negara diluar bidang keuangan, dan juga dapat
digunakan sebagai alat kebijakan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial.
Pajak
menurut golongannya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pajak
langsung; yaitu pajak yang dipungut secara berkala dan harus dipikul sendiri
oleh Wajib Pajak (WP). Contohnya PPh.
2. Pajak
tidak langsung; pajak yang dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga/konsumen.
Contohnya PPN, Bea Materai, dan Bea Balik Nama.
Sedangkan
menurut sifatnya pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.
Pajak
Subjektif (bersifat perorangan); yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan gaya
pikul pribadi WP. Contohnya PPh pribadi.
2.
Pajak
Objektif (bersifat kebendaan); yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan objeknya
meliputi keadaan, perbuatan atau peristiwanya.
Menurut
lembaga pemungutnya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Pajak
Negara; yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Contohnya PPh, PPN,
Bea Materai, Bea Lelang, Bea Cukai.
2. Pajak
Daerah; pajak yang dipungut oleh pemerintah Provinsi dan Kabupatean/kota.
Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame, Bea Penambangan, Retribusi
Jembatan Timbang.
Berakhirnya
suatu utang pajak dapat disebabkan oleh karena antara lain:
1.
Pelunasan/pembayaran;
yaitu degan cara membayar ke kas Negara.
2.
Kompensasi;
dilakukan karena adanya pembayaran atau adanya kerugian.
3.
Penghapusan
hutang; karena WP meninggal tanpa ahli waris, WP tidak mempunyai harta lagi,
dan WP tidak dapat ditemukan.
4. Daluwarsa;
yaitu jangka waktu tagih menurut undang-undang telah terlampui sehingga hapus
dengan sendirinya.
Pajak
ditunagkan dalam suatu aturan pajak yang sistematis, jelas, dan mempunyai
kepastian hukum. Dalam membuat aturan pajak maka harus didasari oleh azas
keadilan. Hal ini tidak lain demi mewujudkan tujuan utama pajak itu sendiri
yaitu mencapai keadilan masyarakat umum. Syarat untuk tercapainya peraturan
pajak yang adil adalah:
1.
Equality dan Equity; orang yang mempunyai kondisi sama
harus dikenakan pajak yang sama.
2.
Certainty; adanya kepastian hokum pajak yang
dituangkan dalam suatu undang-undang pajak.
3.
Convenience of payment; pajak dipungut pada saat yang tepat.
4.
Economics of collection; biaya pemungutan pajak tidak lebih
kecil dari pajaknya.
Asas
pemungutan pajak meliputi:
1. Asas
domisili; yaitu Negara dimana WP tinggal berhak untuk mengenakan pajak
kepadanya.
2.
Asas
sumber; yaitu pajak didasarkan pada sumber tempat penghasilan berada.
3.
Asas
kebangsaan; yaitu pajak dihubungkan dengan kebangsaan dari WP.
Sedangkan
sistem pemungutan pajak dapat berupa:
1.
Official assessment system; jenis dan besarnya pajak ditetapkan
oleh Fiskus.
2.
Self assessment system; wewenang menentukan jenis dan
besarnya pajak diserahkan oleh Fiskus kepada WP sepenuhnya.
3.
With holding system; memberikan kepada pihak ketiga untuk
memungut pajak.
Untuk
menghitung pajak maka diperlukan dua unsur utama yaitu:
1.
Adanya
dasar perhitungannya,
2.
Adanya
tarif pajak.
Berikut
diuraikan jenis-jenis tarif pajak:
1.
Tarif
tetap
2.
Tarif
proporsional
3.
Tarif
progressive:
a.
Tarif
progressive-proporsional
b.
Tarif
progressive-progresive
c.
Tarif
progressive-degresive
4.
Tarif
degresive:
a.
Tarif
degresive-proporsional
b.
Tarif
degresive-progressive
c.
Tarif
degresive-degresive.
Dalam hal terjadi perselisihan, maka penyelesaian
sengketa pajak dapat melalui:
1.
Kuasi
Pengadilan/Peradilan Semu; lebih bersifat administratif. Peradilan dijalankan
oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.
Pradilan
pajak tidak langsung; diajukan kepada peradilan perdata.
0 komentar :
Posting Komentar